Kamis, 10 Desember 2009

PROSES PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA
BAB I

PENDAHULUAN




"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah yang paling Pemurah. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa-apa yang belum diketahuinya." (QS. Al-'Alaq: 1-5)



Ayat di atas merupakan pekenalan dan petunjuk dari Allah Swt. Mengenalkan bahwa pencipta segala sesuatu itu adalah Allah sendiri tanpa bantuan dari selain-Nya. Manusia diciptakan dari segumpal darah dengan melalui proses pertumbuhan, menurut hokum yang telah ditetapkan Allah (sunnatullah). Allah menyatakan diri-Nya bahwa Dialah yang Maha Pemurah, oleh karena itu bukan untuk ditakuti apalagi dijauhi. Tetapi harus didekati dan diikuti segala kehendak-Nya, demi kepentingan dan kebaikan umat manusia sendiri. Dialah Maha Pendidik yang bijaksana, mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan menulis dan membaca.

Lebih jauh dari itu, ayat tersebut sebagai petunjuk bahwa manusia harus bisa membaca dalam arti sesungguhnya dan dalam arti majazi (kiasan). Arti sesungguhnya adalah membaca apa yang ditulis berupa huruf. Sedangkan arti majazi, adalah membaca diri sendiri dan alam sekitar serta latar belakang dari keduanya. Jadi apa yang dikehendaki Allah itu ialah agar manusia mampu atau bisa membaca apa yang tersurat dan apa yang tersirat, hingga benar-benar mengenal dirinya dan bertindak sesuai dengan pengenalannya itu.[1]





A. LATAR BELAKANG MASALAH



Dengan kekuasan Allah manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling istimiwa dan sempurna dari pada makhluk Allah yang lain. Yamg membedakan manusia dengan makhluk lain ialah akal budinya,dengan akalnya manusia bisa membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat,dengan hal ini, sehingga derajat manusia mengungguli derajat makhluk yang lain.

Dengan akal budinya manusia menemuka berbagai cara untuk melindungi diri terhadap pengruh lingkungan yang merugikan. Dengan akalnya pula manusia bisa menemukan penemua-penemuan baru. Bermacam-macam ilmu dipelajari, mulai dari perjalanan hidupnya sendiri, lingkungannya, hingga keberadaan alam semesta, semua diamati dan diteliti secara seksama dan sistimatis. Dengan penelitiannya manusia menemukan suatu teori kemudian menyusunnya, sehingga terbentuklah ilmu pengetahuandan teknologi yang bisa mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih mudah dari sebelumnya.

Akal budi manusia adalah alat untuk berfikir , tentunya dengan selalu berfikir manusia bisa mengetahui apa-apa yang belum diketahuinya. Namun yang perlu dipertanyakan ialah,apakah akal manusia itu digunakan untuk berfikir sesuatu yang baik? Ataukah sebaliknya ? Hal ini, tergantung kepada cara manusia menyikapi kehidupan ini.



B. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan judul yang akan dibahas, maka timbul permasalahan diantranya:

1. Bagaimana proses cara berpikirnya manusia?

2. Apa penyebab dari perkembangan pola pikir manusia ?









BAB II

PEMBAHASAN.



RASA INGIN TAHU
Ilmu pengetahuan alam bermula dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di alam sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari, bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri (antroposentris).[2]

Dengan pertolongan akal budinya manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Kalau salah satu soal dapat dipecahkan maka timbul soal lain yang menunggu penyelesaian. Akal budi manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul dalam pikirannya. Kegiatan yang dilakukan manusia itu kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya. Sehingga tidak dapat menghasilkan pemecahan. Tetapi kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan. Dengan semangat yang makin berkobar ini diadakanlah kegiatan-kegiatan lain yang dianggap lebih serasi dan dapat diharapkan akan menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Kegiatan untuk mencari pemecahan dapat berupa:

a. Penyelidikan langsung.

b. Penggalian hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.

c. Kerja sama dengan penyelidik-penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal yang sama atau yang sejenis.[3]



MITOS
Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar pengamatan ataupun pengalaman. Untuk itulah, manusia mereka-reka sendiri jawaban atas keingintahuannya itu. Sebagai contoh: "Apakah pelangi itu?", karena tak dapat dijawab, manusia mereka-reka jawaban bahwa pelangi adalah selendang bidadari. Jadi muncul pengetahuan baru yaitu bidadari. Contoh lain: "Mengapa gunung meletus?", karena tak tahu jawabannya, manusia mereka-reka sendiri dengan jawaban: "Yang berkuasa dari gunung itu sedang marah". Dengan menggunakan jalan pemikiran yang sama muncullah anggapan adanya "Yang kuasa" di dalam hutan lebat, sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, atau adanya raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana bulan. Pengetahuan baru yang bermunculan dan kepercayaan itulah yang kita sebut dengan mitos. Cerita yang bedasarkan atas mitos disebut legenda.

Mitos itu timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia misalnya:

Alat Penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tidak dapat membedakan benda-benda. Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka tak mampu melihatnya.

Alat Pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 perdetik. Getaran di bawah 30 atau di atas 30.000 perdetik tak terdengar.



3. Alat Pencium dan Pengecap

Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya . manusia hanya bisa membedakan 4 jenis masa yaiturasa manis,msam ,asin dan pahit.

Bau seperti farfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila konsentrasi di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian. Melalui bau, manusia dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain namun tidak semua orang bisa melakukannya.

4. Alat Perasa

Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat.

Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda-beda, di antara manusia: ada yang sangat tajam penglihatannya, ada yang tidak. Demikian juga ada yang tajam penciumannya ada yang lemah. Akibat dari keterbatasan alat indera kita maka mungkin timbul salah informasi, salah tafsir dan salah pemikiran. Untuk meningkatkan kecepatan dan ketepatan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih untuk itu, namun tetap sangat tersbatas. Usaha-usaha lain adalah penciptaan alat. Meskipun alat yang dicipatakan ini masih mengalami kesalahan. Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi, mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena:

Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat.
Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
Hasrat ingin tahunya terpenuhi.[4]
Menurut Auguste comte (1798-1857),dalam sejarah perkembangan jiwa manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung tiga tahap:

1. Tahap teologi atau fiktif

2. Tahap filsafat atau metafisik atau abstrak

3. Tahap positif atau ilmiah riel

Pada tahap teologi atau fiktif manusia berusaha untuk mencaari atau menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu,dan selalu dihubungkan dengan kekuatan ghaib. Gejala alam yang menarik perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa dikuasi dan diatur oleh para dewa atau kekuatan ghaib lainnya.

Tahap metafisika atau abstrak merupakan tahap dimana manusia masih tetap mencari sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyadarkan kepada kepercayan akan adanya kekuatan ghaib , melainkan kepada akalnya sendiri,akal yang telah mampu melakukan abstraktasi guna menemukan hakikat segala sesuatu.

Tahap positif atu riel merupakan tahap dimana manusia telah mampu berfikir secara positif atau riel,atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang dikembangkan secara positif ,melalui pengamatan , percobaan dan perbandingan[5].

Mitos adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan pemikiran sederhana serta dikaitkan dengan kepercayaan akan adnya kekuatan ghaib. Sehingga pengetahuan yang diperoleh bersifat subyektif.[6]

Gempa bumi diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada bahunya )memindahkan bumi dri bahu yang satu kebahu yang lain. Gerhana bulan diduga terjadi karena dimakan oleh raksasa. Menurut dongeng raksasa itu takut pada bunyi – bunyian, maka pada waktu gerhana bulan manusia memukul apa saja yang dapat menimbulkan bunyi. Supaya raksasa itu takut dan memuntahkan kembali bulan purnama. Bunyi guntur dikira ditimbulka oleh adanya kereta yang dikendarai dewa melintas langit.

Demikian pada tahap mitos atau tahap teologi ini manusia menjawab rasa ingin tahunya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam pikirannya masih terbatas pada imajinasinya dan cara berpikir irasional.

C. MITOS ANTARA PRO DAN KONTRA



Masyarakat dahulu dapat menerima mitos karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan pemikirannya.sedangkan hasrat ingin tahunya berkembang terus.

Puncak hasil pemikiran seperti di atas terjadi pada zaman Babylona,yaitu kira-kira 700-600 SM. Pendapat orang Babylona tentang alam semesta antara lain adalah bahwa alam semesta merupakan suatu ruangan atau selungkup. Lantainya adalah bumi yang datar , sedangkan langit dengan bintangnya merupakan atapnya. Dilangit ada semacam jendela yang memungkinkan air hujan dapat sampai ke bumi.

Karena kemampuan berpikirnya manusia semakin maju dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya teropong bintang, mitos dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan, dan mereka cendrung menggunakan akal sehat dan rasionya.[7]

Diantara tokoh-tokoh Yunani dan lainnya yang telah memberikan perubahan berpikir pada waktu itu adalah:

a. Anaximander,(610-546 SM) seorang pemikir kontemporer pada masa thales. Dia berpendapat bahwa langit yang kita lihat sebenarnya hanya setengah saja. Langit dan segala isinya itu beredar mengelilingi bumi, dan pendapat ini dapat bertahan sampai abat pertengahan.

b. Amaximines,(560-520 SM)seorang yang berpendapat bahwa unsur-unsur dasar pembentukan semua benda itu adalah air,seperti pendapat thales. Air merupakan salah satu bentuk benda, bila merenggang menjadi api , dan bila memadat menjadi tanah.

c. Herakleitos(560-470 SM),seorang pengkoreksi pendapat Anaximenes bahwa justru apilah yang menyebabkan adanya transmutasi itu; tanpa api benda-benda akan tetap seperti adanya.

d. Plato,(427-347 SM)mempunyai titik tolak berpikir yeng berbeda dengan para ahli sebelumnya. Ia menghindari pemikiran yang terlalu materialistik,seperti Demokritos dan Empedokles. Menurut Plato, keanikaragaman yang tmpak ini sebenarnya merupakan suatu duplikat saja dari sesuatu yang kekal dan immaterial.

e. Aristoteles,(348-322 SM)Ia adalah pemikir terbesar pada zamannya karena berhasil membukukan intisari dari ajaran para ahli sebelumnya. Ia membuang hal-hal yang tidak masuk akal dan menambahkan pendapatnya sendiri. Aristotiles tidak mempercayai adanya ruang hampa. Ia berpendapat bahwa bila disuatu tempat tidak ada apa-apanya (benda). Disitu pasti ada sesuatu yang immaterial, yaitu ether (bukan ether yeng kita kenal sebagai nyawa kimia). Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika.

Contoh: semua benda bila dipanaskan dalam keadaan kering akan berubah menjadi api.(1)

Kayu adalah benda (2)

Kayu bila dipanaskan dalam keadaan kering akan berubah menjadi api(3)

1) Disebut premis mayor suatu yang berlaku umum.

2) Disebut premis minor suatu yang khusus.

3) Kesimpulan.[8]















BAB III

PENUTUP



KESIMPULAN



Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang unik Makhluk yang berbeda dengan makhluk Allah yang lainnya. Sehingga selain mempunyai insting –sebagaimana makhluk lainnya—manusia juga mampu berpikir. Dan dengan pikirannya itu timbullah rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Rasa ingin tahu tidak pernah dapat dipuaskan. Kalau salah satu soal dapat dipecahkan maka timbul soal lain yang menunggu penyelesaiannya. Dengan selalu berlangsungnya perkembangan pengetahuan itu, tampak lebih nyata bahwa manusia berbeda daripada hewan. Manusia merupakan makhluk yang berakal serta mempunyai derajat yang tertinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya.

Berkat pengamatan yang sistematis dan kritis, serta makin bertambahnya pengalaman yang diperoleh, lambat-laun manusia berusaha mencari jawab secara rasional dengan meninggalkan cara yang irasional. Pemecahan yang secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar.















DAFTAR PUSTAKA





1. Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya

2. Drs.H.Abu Ahmadi dan Ir.A.Supatmo, Ilmu Alamiah Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 1998

3. Drs.Mawardi-Ir.Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, Bandung, 2007

4. Drs.Abdullah Ali dan Ir.Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1996

5. Trianto, Wawasan Ilmu Alamiah Dasar, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007





--------------------------------------------------------------------------------

[1] Trianto, Wawasan Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta:Prestasi Pustaka,2007), hal.60.

[2] Drs.Mawardi-Ir.Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung:Pustaka Setia, 2007), hal.11

[3] Drs.Abdullah Ali dan Ir.Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta, Bumi Aksara, 1996), hal.2-3

[4] Drs.H.Abu Ahmadi dan Ir.A.Supatmo, Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta:Rineka Cipta,1998), hal.18-19

[5] Ibid hal 19-20

[6] Ibid. hal 20

7 Drs.Mawardi-Ir.Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung:Pustaka Setia, 2007)hal 14-15

[8] Drs.Mawardi-Ir.Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung:Pustaka Setia, 2007) hal 15-17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar